Transformasi Digital Perguruan Tinggi – Tuntutan masyarakat dalam bidang pendidikan dan perkembangan teknologi mengharuskan perguruan tinggi meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi slot dragon hatch dan media digital. Apalagi di masa pandemi Covid-19 saat ini yang mengharuskan perguruan tinggi harus beradaptasi dalam segala aktivitasnya. Namun seringkali terjadi kegagalan  dalam hal ini sehingga pemanfaatan teknologi informasi hanya dilihat sebagai tren belaka. Misalnya, universitas terkadang terjebak dalam pembuatan situs web darurat atau menyediakan Wi-Fi gratis kepada mahasiswanya tanpa menyediakan konten spesifik yang relevan dengan pembelajaran.

Pengadaan sarana dan prasarana teknologi informasi bukan sekedar soal gengsi atau standar minimal yang harus ada tanpa mempertimbangkan tujuannya. Idealnya, perguruan tinggi benar-benar memahami permasalahan pendidikan saat ini dan menghadirkan teknologi informasi sebagai solusinya sehingga dapat melakukan transformasi digital.

Alat Transformasi dan Pola Pikir

Transformasi digital di perguruan tinggi tidak hanya berarti membangun infrastruktur digital. Namun lebih dari itu, transformasi digital adalah membangun fasilitas dan mengubah pola pikir yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa dan akademisi lainnya yang semakin meningkat dalam membangun lingkungan pembelajaran yang terhubung.

Hal ini dilakukan dengan menggabungkan  teknologi, layanan, dan sistem keamanan, yang dapat menciptakan pengalaman pembelajaran rajamahjong yang kolaboratif, interaktif, dan personal. Transformasi digital adalah proses berkelanjutan yang mendorong inovasi dalam mengembangkan lingkungan pembelajaran.

Baca juga: AI Menggantikan Pekerjaan yang Mungkin Terkena Dampak

Tuntutan Pendidikan 4.0

Revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan berkembangnya industri digital, teknologi kecerdasan buatan, dan big rujak bonanza slot data telah membawa perubahan pada lanskap ketenagakerjaan. Perubahan yang cepat ini menyebabkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari perguruan tinggi terkadang tidak relevan lagi dengan kebutuhan industri. Perguruan tinggi saat ini menghadapi tantangan unik dalam mempersiapkan sumber daya manusia menghadapi masa depan yang tidak pasti.

Seperti yang dikatakan Richard Riley, Menteri Pendidikan Amerika Serikat di era Bill Clinton, kita akan mempersiapkan siswa untuk menghadapi lapangan kerja yang belum tercipta, menggunakan teknologi yang belum diciptakan, dan merumuskan solusi terhadap permasalahan yang belum tercipta. telah dibuat. dibuat. belum diketahui.

Dunia pendidikan perlu bertransformasi menuju Education 4.0. Di Education 4.0, transfer ilmu pengetahuan bukan prioritas. Proses pendidikan bertujuan untuk menumbuhkan rasa ingin tahu yang akan mendorong mereka untuk terus belajar mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya.

Soft skill menjadi lebih relevan. The Economist menjelaskan, ada 10 soft skill utama yang dibutuhkan dalam dunia kerja saat ini. Namun ada 4 yang bisa diprioritaskan sebagai outcome dalam Pendidikan 4.0, yaitu: kolaborasi, komunikasi, berpikir kritis, dan kreativitas.

Oleh karena itu, transformasi digital perlu difokuskan untuk mengakomodasi transformasi pendidikan tersebut. Alat dan aplikasi digital tidak sekadar ditempatkan di atas sistem pendidikan tradisional, namun digunakan untuk membantu membangun pendekatan pendidikan baru.

Pembelajaran Campuran dan Nilai Terbalik

Salah satu kesalahan dalam melakukan transformasi digital di bidang pendidikan adalah tidak menerapkan blended learning. Blended learning merupakan pendekatan pendidikan yang menggabungkan pembelajaran online dengan pembelajaran tradisional. Jadi tidak hanya mengandalkan materi yang tersedia secara digital dan teknologi komunikasi jarak jauh, blended learning juga menekankan pentingnya bimbingan dosen di dalam kelas.

Salah satu metode blended learning yang terkenal adalah flipped class. Jika pada metode pembelajaran tradisional dosen mengajarkan materi di kelas dan siswa mengerjakan pekerjaan rumah, maka pada model flipped class urutan pembelajarannya dibalik. Siswa mempelajari materi baru secara mandiri dan mengerjakan tugas di kelas dengan bimbingan dosen.

Peran teknologi dalam pendekatan ini memungkinkan siswa memiliki kendali atas kecepatan, waktu dan tempat belajar. Misalnya jika ada materi online yang berbentuk video, maka siswa dapat menjeda atau memundurkannya agar materi dapat dicerna sesuai kemampuannya. Siswa yang diharuskan bertanya tentang materi juga akan lebih terbantu untuk mengembangkan sikap kritis.